2.3.a.8. Koneksi Antarmateri - Modul 2.3
KONEKSI ANTARMATERI MODUL 2.3
COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK
OLEH : SUPRIYANTO, S.Pd.SD
A. Pemikiran reflektif terkait
pengalaman belajar
1. Pengalaman/materi pembelajaran
yang baru saja diperoleh
2.1.1 Konsep Coaching
secara Umum
Coaching didefinisikan
sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada
hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa
kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee
(Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci
pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih
kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya.
2.1.2 Coaching dalam
Konteks Pendidikan
Ki Hadjar Dewantara
menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya
kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. oleh sebab itu
keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala
kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai
manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi
pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk
menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi
tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah
dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.
Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan.
2.2.1 Paradigma Berpikir Coaching
Paradigma tersebut adalah:
1. Fokus pada
coachee/rekan yang akan dikembangkan
2. Bersikap terbuka dan
ingin tahu
3. Memiliki kesadaran
diri yang kuat
4. Mampu melihat peluang
baru dan masa depan
Masing-masing dari
paradigma berpikir coaching akan dijelaskan pada bagian berikut ini.
1. Fokus pada Coachee
Paradigma berpikir yang
pertama adalah fokus pada coachee atau rekan sejawat yang akan kita kembangkan.
Pada saat kita mengembangkan kompetensi rekan sejawat kita, kita memusatkan
perhatian kita pada rekan yang kita kembangkan, bukan pada "situasi"
yang dibawanya dalam percakapan. Fokus diletakkan pada topik apa pun yang dibawa
oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada mereka, sesuai keinginan
mereka. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan bagaimana kita berfokus
pada rekan sejawat kita bukan pada "situasi" yang disampaikan dalam
percakapan.
2. Bersikap Terbuka dan
Ingin Tahu
Paradigma berpikir yang
kedua adalah bersifat terbuka dan ingin tahu. Kita perlu berpikiran terbuka
terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang kita kembangkan. Ciri-ciri dari
sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah: 1. berusaha untuk tidak menghakimi,
melabel, berasumsi, atau menganalisis pemikiran orang lain; 2. mampu menerima
pemikiran orang lain dengan tenang, dan tidak menjadi emosional; 3. tetap
menunjukkan rasa ingin tahu (curiosity) yang besar terhadap apa yang membuat
orang lain memiliki pemikiran tertentu.
3. Memiliki Kesadaran
Diri yang Kuat
Paradigma berpikir
coaching yang ketiga adalah memiliki kesadaran diri yang kuat. Kesadaran diri
yang kuat membantu kita untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi
selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Kita perlu mampu menangkap adanya
emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri
sendiri maupun dari rekan kita. Kompetensi yang merupakan perwujudan dari
paradigma berpikir ini akan kita pelajari lebih lanjut di bagian Kompetensi
Coaching.
4. Mampu Melihat Peluang
Baru dan Masa Depan
Paradigma berpikir coaching yang keempat
adalah mampu melihat peluang baru dan masa depan. Kita harus mampu melihat
peluang perkembangan yang ada dan juga bisa membawa rekan kita melihat masa
depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus pada masa depan, karena apapun
situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa depan. Coaching juga
mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada
saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan
jika kita berfokus pada masalah.
2.2.2 Prinsip Coaching
Prinsip coaching
dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu
“kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi”. Dalam berinteraksi
dengan rekan sejawat atau siapa saja, kita dapat menggunakan ketiga prinsip
coaching tersebut dalam rangka memberdayakan orang yang sedang kita ajak
berinteraksi. Berikut adalah penjelasan ketiga prinsip tersebut.
1. Kemitraan
Prinsip coaching yang
pertama adalah kemitraan. Dalam coaching, posisi coach
terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara, tidak ada yang lebih
tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri.
Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar
dari dirinya sendiri. Coach bisa berbagi mengenai pengalamannya yang terkait
dengan topik pengembangan coachee, jika diminta oleh coachee, sebagai salah
satu sumber belajar bagi coachee.
2. Proses Kreatif
Coaching adalah proses mengantarkan seseorang
dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan. Hal
ini tergambar dalam prinsip coaching yang kedua, yaitu proses kreatif. Proses
kreatif ini dilakukan melalui percakapan, yang: 1. dua arah 2. memicu proses
berpikir coachee 3. memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan
ide-ide baru
3. Memaksimalkan Potensi
Prinsip coaching yang
ketiga adalah memaksimalkan potensi. Untuk memaksimalkan potensi dan
memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana
tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin
dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga, percakapan
ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan.
2.2.3 Prinsip dan Paradigma Berpikir Coaching
dalam Supervisi Akademik
Seperti kita ketahui bersama, di sekolah kita
melakukan supervisi akademik untuk mengembangkan kompetensi mengajar guru yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses belajar di kelas. Prinsip dan
paradigma berpikir coaching ini sangat bisa digunakan dalam proses supervisi,
agar semangat yang lebih mewarnai proses supervisi adalah semangat yang
memberdayakan, bukan mengevaluasi.
Kita ketahui bersama bahwa supervisi akademik
memiliki tujuan untuk mengevaluasi kompetensi mengajar guru dan proses belajar
di kelas. Pertanyaannya, apakah kita bisa mengevaluasi dan juga sekaligus
memberdayakan? Costa dan Garmston (2016) menyampaikan bahwa kita bisa
memberdayakan guru melalui coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi, yang
interaksinya bergantung kepada tujuan dan hasil yang diharapkan. Namun, posisi
awal yang kita ambil adalah posisi sebagai seorang coach, sebelum kita
mengetahui tujuan dan hasil yang diharapkan oleh guru yang akan kita
berdayakan. Oleh sebab itu, prinsip dan paradigma berpikir coaching ini perlu
selalu ada sebelum kita memberdayakan seseorang.\
2.3.1 Kompetensi Inti Coaching
Berikut ini adalah kompetensi inti coaching:
1. Kehadiran Penuh/Presence
Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan
untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai
coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan
percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang
akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita
melakukan percakapan coaching.
Menghadirkan diri sepenuhnya atau presence
penting dilatih agar kita bisa selalu fokus untuk bersikap terbuka, sabar,
ingin tahu lebih banyak tentang coachee. Kompetensi ini penting untuk dihadirkan sebelum dan selama percakapan
coaching dilakukan.
Contoh kegiatan untuk
melatih menghadirkan presence yang bisa kita lakukan adalah dengan melakukan
kegiatan STOP dan Mindful Listening
2. Mendengarkan Aktif
Salah satu keterampilan
utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering
kita sebut dengan menyimak. Seorang coach yang baik akan
mendengarkan lebih banyak dan lebih sedikit berbicara. Dalam percakapan
coaching, fokus dan pusat komunikasi adalah pada diri coachee, yakni mitra
bicara. Dalam hal ini, seorang coach harus dapat mengesampingkan agenda pribadi
atau apa yang ada di pikirannya termasuk penilaian terhadap coachee.
Kemampuan mendengarkan aktif atau menyimak
perlu dilatih untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh coachee dan memahami
keseluruhan makna yang bahkan tidak terucapkan.
Ada tiga hal yang biasanya menghambat kita
mendengarkan aktif, yaitu:
·
Asumsi, sudah mempunyai
anggapan tertentu tentang suatu situasi yang belum tentu benar.
·
Melabel/Judgment,
memberi label/penilaian pada seseorang dalam situasi tertentu. Memberi label/penilaian
bisa terjadi sebelum dan pada saat coaching dilakukan.
·
Asosiasi: mengaitkan
dengan pengalaman pribadi.
3. Mengajukan Pertanyaan
Berbobot
Dalam melakukan
percakapan coaching ketrampilan kunci lainnya adalah mengajukan pertanyaan
dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot. Pertanyaan yang diajukan
seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi
pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan
sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong
coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.
Setelah mempelajari
bagaimana mendengarkan aktif, berikut ini adalah salah satu referensi yang
dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan
aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.
RASA merupakan akronim
dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
R (Receive/Terima), yang
berarti menerima/mendengarkan semAskua informasi yang disampaikan coachee.
Perhatikan kata kunci yang diucapkan.
A (Appreciate/Apresiasi),
yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita
mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak
mata atau melontarkan “oh…” “ya…”. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita
memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan
situasi lain atau sibuk mencatat.
S (Summarize/Merangkum),
saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama.
Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee. Saat merangkum bisa
gunakan potongan-potongan informasi yang telah didapatkan dari percakapan sebelumnya.
Minta coachee untuk konfirmasi apakah rangkuman sudah sesuai. Setelah merangkum
apa yang disampaikan coachee bagian terakhir adalah
A (Ask/Tanya). Sama
dengan apa yang sudah disampaikan sebelumnya terkait kiat mengajukan pertanyaan
berbobot berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengajukan
pertanyaan:
·
ajukan
pertanyaan berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing)
·
ajukan
pertanyaan yang membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya
·
pertanyaan
harus merupakan hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci
atau emosi yang sudah dikonfirmasi
·
dalam format pertanyaan
terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana
·
Hindari menggunakan
pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah”
2.3.2 Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur
TIRTA
TIRTA dikembangkan dari satu model umum
coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW
model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will. Pada
tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai
coachee dari sesi coaching ini, 2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses
menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee, 3) Options (Pilihan): coach
membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang
nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi. Will (Keinginan untuk maju):
komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
Dari segi bahasa, TIRTA
berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir.
Jika kita ibaratkan murid
kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir
potensinya.
TIRTA dapat dijelaskan sebagai
berikut:
·
Tujuan Umum (Tahap awal
dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan
berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee) Dalam tujuan umum,
beberapa hal yang dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan
kepada coachee diantaranya:
·
Identifikasi (Coach
melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan
menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)
·
Rencana Aksi
(Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)
·
Tanggung jawab (Membuat
komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)
Dengan menjalankan alur
TIRTA ini, harapannya seorang kepala sekolah dapat dapat menjalankan percakapan
berbasis coaching dengan lebih efektif dan bermakna.
2. Emosi-emosi yang dirasakan
terkait pengalaman belajar
a. Bingung
Saya sempat bingung dengan
beberapa materi coaching dalam modul 2.3.
b. Khawatir
Saya sempat khawatir kurang
bisa memahami keseluruhan isi materi dalam modul 2.3.
c. Percaya
Namun, saya percaya dengan
kemampuan yang saya miliki dan saya yakin bisa menyelesaikan tugas-tugas dan
memahami materi yang terdapat di modul 2.3.
d. Tertarik
Saya cukup tertarik dengan
tugas-tugas dalam modul 2.3. yang memberikan pengalaman baru.
e. Optimistis
Saya optimistis dengan
potensi yang saya miliki, saya bisa menyelesaikan tugas dengan baik.
f. Senang
Saya senang karena bisa
berkolaborasi dengan teman CGP dalam membuat tugas dan saya pun senang
karena saat ini sudah di tahap Koneksi Antarmateri.
3. Apa yang sudah baik berkaitan dengan
keterlibatan dirinya dalam proses belajar
Hal yang baik adalah saya
mampu memahami materi-materi inti dalam pembelajaran modul 2.3. seperti
pengertian coaching, paradigma berpikir coaching, prinsip-prinsip coaching,
kompetensi inti coaching, alur TIRTA, dan lain-lain. Saya juga dengan mudah
berkolaborasi bersama teman CGP lain dalam mempraktikkan coaching sebagai
pengamat, coach, maupun coachee, baik di kegiatan Ruang
Kolaborasi maupun di Demonstrasi Kontekstual.
4. Apa yang perlu diperbaiki terkait dengan
keterlibatan dirinya dalam proses belajar
a.
Kemampuan berbicara
menggunakan bahasa yang efektif
b. Kemampuan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berbobot
c. Meningkatkan fokus saat melakukan coaching
d. Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan
diri pribadi
Dengan mempelajari modul
2.3. Coaching untuk Supervisi Akademik, saya memahami konsep dan
prinsip-prinsip coaching. Saya juga bisa mempraktikkan kegiatan coaching, baik
sebagai coach, coachee, maupun observer. Praktik coaching tersebut memberikan
pengalaman bagi saya untuk menerapkannya di sekolah. Praktik coaching tersebut
juga meningkatkan kompetensi saya sebagai pemimpin pembelajaran dan bisa
menjadi bekal jika melaksanakan supervisi akademik.
B. Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP
1. Memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan
dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh
"Bagaimana penerapan
coaching dalam supervisi akademik di sekolah?"
Selama ini, supervisi
akademik banyak dijadikan momok bagi guru karena hanya berfokus kepada
penilaian dan bukan pengembangan diri guru. Dengan diterapkan coaching dalam
supervisi akademik, tingkatan supervisor dan guru adalah mitra dan bukan lagi
"atasan-bawahan" sehingga proses pengembangan diri guru
akan menjadi lebih baik.
2. Mengolah materi yang dipelajari dengan
pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru
Coaching untuk supervisi
akademik akan menunjang peran guru sebagai pemimpin pembelajaran yang akan
mewujudkan pembelajaran yang berpihak kepada siswa sehingga siswa bisa
memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Prinsip, kompetensi, dan alur coaching
jika dilakukan dengan tepat akan bisa menghasilkan komunikasi kemitraan antara
coach dan coachee yang efektif sehingga bisa menghasilkan solusi-solusi dari
permasalahan yang dihadapi.
3. Menganalisis tantangan yang sesuai dengan
konteks asal cgp (baik tingkat sekolah maupun daerah)
a. Pengawasan dan penilaian dalam supervisi akademik
Selama ini supervisi
akademik hanya berfokus pada pengawasan dan penilaian sehingga guru kurang bisa
mengembangkan potensi dirinya dan cenderung merasa cemas, bahkan ketakutan saat
akan disupervisi. Tantangannya adalah bagaimana ke depan kita mengubah mindset
supervisi yang mulanya berfokus penilaian menjadi berfokus untuk mengembangkan
potensi diri guru.
b. Supervisi akademik berprinsip kemitraan
Tantangan selanjutnya adalah
mengubah pemikiran bahwa pihak yang terlibat dalam supervisi akademik adalah
atasan dan bawahan. Sebenarnya, guru dan supervisor adalah mitra sehingga
terjadi proses belajar dari kedua belah pihak. Suasana yang tercipta pun akan
lebih bersahabat sehinga memudahkan guru dalam memgembangkan dirinya.
4. Memunculkan alternatif solusi terhadap
tantangan yang diidentifikasi
a. Menyosialisasikan konsep
coaching dalam supervisi akademik kepada semua guru dan kepala sekolah.
b. Menyosialisasikan konsep
coaching untuk supervisi akademik kepada para guru melalui seminar, webinar,
KKG, diskusi, atau kegiatan bersama lainnya.
c. Menyosialisasikan konsep
coaching untuk supervisi akademik dengan berbagai media seperti poster,
artikel, video, modul, dan lain-lain agar mudah diakses oleh para praktisi
pendidikan.
C. Membuat keterhubungan
1. Pengalaman masa lalu
Sebelumnya, saya hanya
mengenal kata coach di bidang olahraga saja. Pengalaman saya dalam mengikuti
supervisi akademik juga hanya sebatas untuk penilaian kinerja guru tanpa adanya
pengembangan kompetensi. Tidak ada penerapan prinsip coaching di dalamnya. Supervisi
akademik juga dilakukan satu tahap, yakni observasi saja tanpa adanya kegiatan
pra dan pasca supervisi.
2. Penerapan di masa mendatang
Sebagai pemimpin
pembelajaran, saya akan menerapkan prinsip-prinsip coaching terhadap siswa
maupun pihak lain. Selain itu, prinsip-prinsip coaching sangat perlu
dilaksanakan dalam supervisi akademik di sekolah sehingga supervisi tidak hanya
sebatas penilaian saja, tetapi bisa mengembangkan potensi diri guru secara
lebih maksimal.
3. Konsep atau praktik baik yang dilakukan dari
modul lain yang telah dipelajari
a. Modul 2.1.
Di modul 2.1. saya belajar
tentang pembelajaran berdiferensi yang mengakomodasi kebutuhan belajar siswa.
Tujuannya adalah siswa bisa mengembangkan potensi dirinya. Di modul 2.3. ini
saya mempelajari proses coaching yang juga bertujuan memaksimalkan potensi yang
dimiliki coachee dalam menyelesaikan permasalahan yang dimilikinya.
b. Modul 2.2.
Di modul 2.2. saya
mempelajari pembelajaran berbasis sosial dan emosional. Salah satu materinya
adalah praktik mainfulness yang bisa mewujudkan kesadaran diri. Dalam
kegiatan coaching, praktik mainfullness dapat diterapkan untuk mendukung
kompetensi inti coaching, yakni adanya kehadiran penuh, mendengarkan aktif, dan
mengajukan pertanyaan berbobot.
4. Informasi yang didapat dari orang atau sumber
lain di luar bahan ajar PGP
Meningkatkan Kinerja Guru
melalui Supervisi Akademik Berbasis Coaching
Oleh: Marijo
Kepala SD Negeri Tingkir
Tengah 01 Salatiga
Supervisi akademik berbasis coaching clinic merupakan
pendekatan inovatif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan pengajaran dalam
konteks pendidikan.
Dengan mengedepankan
refleksi mendalam, pengembangan diri berkelanjutan dan umpan balik konstruktif,
pendekatan ini membantu pendidik dalam mengembangkan kualitas profesional
mereka dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih baik.
Melalui kemitraan
kolaboratif antara supervisor dan pendidik, supervisi berbasis coaching clinic menjembatani
kesenjangan antara pengetahuan teoretis dan praktik pembelajaran yang efektif.
Posting Komentar untuk "2.3.a.8. Koneksi Antarmateri - Modul 2.3"